PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Istilah ekologi pertama kali
diperkenalkan oleh Ernest Haeckel yaitu seorang ahli biologi berkebangsaan
Jerman pada tahun 1869. Istilah ekologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu oiko syang berarti tempat
tinggal atau rumah tempat hidup atau habitat, dan logos yang berarti ilmu, telaah, studi,
atau kajian. Oleh karena itu, secara harfiah ekologi berarti ilmu tentang
makhluk hidup dalam habitatnya atau ilmu tempat tinggal makhluk hidup (Indriyanto,
2006).
Ekologi
populasi adalah bagian dari ekologi. Adapun ekologi adalah bagian dari biologi
atau ilmi hayat. Dalam biologi dikenal tingkat organisasi organism, mulai dari
tingkat paling sederhana sampai tingkat paling kompleks. Tingkat organisasi itu
disebut spektrum biologi, yang disusun secara hierarki dari yang paling kecil
sampai yang paling besar yaitu gen,sel, jaringan, organ, sistem organ,
organism, populasi, komunitas, ekosistem, dan biosfer. Kajian ekologi
dipusatkan pada tingkat-tingkat spesies, populasi sampai biosfer. Kajian
ekologi pada tingkat spesies dan individu disebut autoekologi, kajian tingkat
populasi disebut ekologi populasi, sedangkan kajian yang berhubungan dengan
komunitas disebut dengan sinekologi (Suin, 2003).
Ekologi
sendiri adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara makhluk hidup
dengan lingkungannya. Dimana hubungan timbal balik itu merupakan kenyataan yang
telah terbuktu sebagai respon organisme dalam cara-caranya berhubungan dengan
organisme lain maupun dengan semua komponen lingkungannya. Hubungan timbal
balik atau yang dikenal dalam pengetahuan ekologi sebagai interaksi antara
organisme dengan lingkungannya sesungguhnya merupakan hubungan yang sangat erat
dan kompleks, sehingga ekologi disebut juga sebagai biologi lingkungan (Odum,
1993).
Keseimbangan
ekologi masih dijumpai pada lingkungan hidup alamiah seperti hutan, padang
rumput, sabana, hutan cemara yang belum pernah terjamah oleh usaha eksploitasi
manusia. Dilingkungan hidup semacam itu organismenya masih beraneka ragam.
Mereka berinteraksi dengan lingkungan abiotiknya secara serasi menurut fitrah
alam. Jaring-jaring kehidupannya kompleks sehingga arus energi yang masuk
kelingkungan hidup tidak banyak terbuang cuma-cuma. Energi matahari masih dapat
ditangkap oleh beraneka jenis tumbuhan hijau dan tersimpan dalam bahan-bahan
organik seperti karbohidrat, lemak, protein, dan bahan-bahan organik lainnya
dalam akar, batang, cabang, ranting, buah serta biji (Soparmo,1988).
Mengingat hutan
merupakan suatu ekosistem, dan setiap ekosistem apapun terbentuk oleh berbagai
komponen, baik komponen biotik maupun komponen abiotik, maka semua informasi
dari masing-masing komponen sangat dibutuhkan, dan untuk itu diperlukan bidang
ilmu yang relevan terhadap kajian komponen ekosistem. Oleh karena itu, beberapa
bidang ilmu yang relevan dengan ekologi hutan antara lain taksonomi tumbuhan,
geologi dan geomorfologi, ilmu tanah, klimatologi, genetika, geografi tumbuhan,
fisiologi, biokimia, dan lain-lain (Heddy, 1986).
Hutan merupakan
ekosistem yang kompleks, maka para ahli ekologi harus dapat memahami hutan
secara menyeluruh, artinya mereka harus menjadi seorang generalis yang memiliki
kemampuan dalam menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terkait, serta
mampu menggunakan hasil temuan seorang spesialis ilmu yang terkait untuk
menyelesaikan masalah kehutanan. Kemampuan tersebut dirasakan sangat penting
mengingat adanya kenyataan bahwa terjadinya perubahan-perubahan yang sangat
cepat pada kondisi ekosistem hutan termasuk hutan Indonesia itu merupakan
akibat dari aktivitas manusia yang tidak memperhatikan aspek ekologi
(Indriyanto, 2006).
Tujuan
Tujuan
praktikum ini adalah untuk
mengetahui mengenal dan mempelajari komponen-komponen pembentuk ekosistem hutan dan
dapat membedakan ekosistem hutan dengan ekosistem selain hutan.
TINJAUAN PUSTAKA
Ekologi hutan
adalah cabang dari ekologi yang khusus mempelajari ekosistem hutan. Hutan
dipandang sebagai suatu ekosistem karena hubungan antara masyarakat
tumbuh-tumbuhan pembentuk hutan dengan binatang liar dan alam lingkungannya
sangatlah erat. Oleh karena itu, hutan yang dipandang sebagai suatu ekosistem
dapat dipelajari dari segi autekologi maupun segi sinekologinya. Dari segi
autekologi, maka di hutan dapat dipelajari pengaruh suatu factor lingkungan
terhadap hidup dan tumbuhnya suatu jenis pohon yang sifat kajiannya mendekati
fisiologi tumbuhan, dapat juga dipelajari pengaruh suatu faktor lingkungan
terhadap hidup dan tumbuhnya suatu jenis binatang liar dan margasatwa. Dari
segi sinekologi, dapat dipelajari berbagai kelompok jenis tumbuhan sebagai
suatu komunitas, misalnya mempelajari pengaruh keadaan tempat tumbuh terhadap
komposisi dan struktur terhadap vegetasi, atau terhadap produksi hutan. Dalam
ekosistem hutan itu dapat juga dipelajari pengaruh berbagai factor ekologi
terhadap kondisi populasi, baik populasi tumbuhan maupun populasi binatang liar
yang ada di dalamnya. Akan tetapi pada prinsipnya dalam ekologi hutan, kajian
dari kedua sisi (autekologi dan sinekologi) itu sangat penting karena
pengetahuan tentang hutan secara keseluruhan mencakup semua komponen pembentuk
hutan, sehingga diperlukan dalam pengelolaan sumber daya hutan sendiri (Ewusia,
1990).
Komponen ekosistem
yang lengkap harus mencakup produsen, konsumen, pengurai, dan komponen abiotik.
Sebagai produsen adalah tumbuhan hijau yang merupakan satu-satunya komponen
ekosistem yang dapat mengikat energi matahari secara langsung dan diubah
menjadi energi kimia dalam proses fotosintesis. Konsumen yang mengkonsumsi
energi yang dihasilkan oleh produsen. Secara umum konsumen dibedakan menjadi
makrokonsumen dan mikrokonsumen. Yang termasuk dalam makrokonsumen adalah
herbivora (pemakan produsen langsung) dan karnivora (karnivora tingkat I,
tingkat II, dan top-karnivora). Sedangkan yang termasuk ke dalam mikrokonsumen
adalah pengurai, yakni organisme perombak bahan dari organisme yang telah mati
melalui proses immobilisasi dan mineralisasi sehingga menjadi unsur hara yang
siap dimanfaatkan oleh produsen (Indriyanto, 2006).
Keanekaragam jenis
merupakan suatu parameter penting dalam membandingkan dua komunitas, terutama
untuk mempelajari pengaruh gangguan biotik atau mengetahui tahap suksesi dan
stabilitas komunitas. Pada komunitas klimaks, jika keanekaragaman jenis meningkat,
maka rantai makanan meningkat sehingga komunitas stabil. Keanekaragaman
merupakan keadaan yang berbeda atau mempunyai perbedaan dalam bentuk atau
sifat. Keanekaragaman spesies di daerah tropika dapat dilihat pada dua
tingkatan yaitu: jumlah besar spesies dengan bentuk kehidupan serupa dan
kehadiran banyak spesies dengan wujud kehidupan sangat berbeda yang tidak
ditemukan dibagian lain (Soparmo,188).
Komponen
abiotik pada dasarnya terdiri dari tanah dan iklim. Contoh unsur-unsur iklim
yang mempengaruhi kehidupan seperti suhu, kelembaban, angin, intensitas cahaya,
curah hujan, dan sebagainya. Komponen abiotik ini sangat menentukan
kelangsungan hidup suatu ekosistem, karena sangat mempengaruhi proses-proses
biologis, kimia, maupun fisik pada ekosistem tersebut (Heddy, 1986).
Pada semua
ekosistem dengan tingkat organisasi yang berbeda-beda, di dalamnya selalu
terdapat empat komponen utama, selalu terjadi interaksi antar komponen, dan
terdapat proses ekologi yang secara umum sama. Perbedaan antar ekosistem yang
tingkat organisasinya berbeda itu hanya terletak pada beberapa hal antara lain:
·
Jumlah
spesies organisme produsen yang menjadi komponen ekosistem
·
Jumlah
spesies organisme konsumen yang menjadi komponen ekosistem
·
Jumlah
spesies organisme pengurai yang menjadi komponen ekosistem
·
Jumlah
dan jenis komponen abiotik yang terdapat dalam ekosistem
·
Kompleksitas
atau kerumitan interaksi antar komponen dalam ekosistem
·
Tiap-tiap
proses ekologi yang berjalan dalam ekosistem
(Setiadi, 1983).
Berdasarkan rantai
maknan yang terbentuk, akan diketahui tingat tropik suatu organisme. Tingkat
tropik adalah urutan organisme rantai makanan. Tingkat tropik ada lima, yaitu :
tingkat tropik pertama (organisme yang berstatus sebagai produsen), tingkat
tropik kedua (organisme yang berstatus sebagai herbivora), tingkat tropik
ketiga (organisme yang berstatus sebagai karnivora kecil), tingkat tropik ke
empat( organisme yang berstatus sebagai karnivora besar), dan tingkat tropik
kelima (dekomposer). Jika rantai makanan makin panjang, maka energi yang
tersedia bagi kelompok organisme akan semakin kecil. Apabila energi yang
bersedia dalam suatu rantai makanan disusun berdasarkan urutan tingkat tropik,
maka akan membentuk sebuah kerucut yang disebut sebagai piramida ekologi. Piramida
ekologi ada tiga tipe, yaitu piramida jumlah, piramida biomassa, dan piramida
energi (Arianto,2009).
Kondisi ekosistem dalam keseimbangan
(homeostatis) mempunyai arti bahwa ekosistem itu telah mantap atau telah
mencapai klimaks, sehingga ekosistem mempunyai daya tahan yang besar untuk
menghadapi berbagai gangguan yang menimpanya. Daya tahan ekosistem dalam
menghadapi gangguan sangat bergantung kepada usia ekosistem tersebut. Ekosistem
muda mempunyai daya tahan yang lebih rendah dibandingkan dengan ekosistem
dewasa (Soerianegara dan Indrawan,1982).
Secara umum, setiap ekosistem mempunyai tiga
karakteristik dasar yaitu komponen, struktur dan fungsi ekosistem. Komponen
adalah unsur pembentuk ekosistem, struktur adalah organisasi dari
komponen-komponen tersebut, sedangkan fungsi adalah peranan atau proses-proses
yang terjadi di dalam ekosistem. Proses terpenting dalam ekosistem adalah
aliran energi dan perputaran materi sehingga kelangsungan hidup dan dinamika di
dalam ekosistem terjamin (Setiadi,
1983).
Ekosistem sendiri mempunyai keteraturan
sebagai perwujudan dari kemampuan ekosistem untuk memelihara diri sendiri,
mengatur diri sendiri, dan dengan sendirinya mengadakan keseimbangan kembali.
Keseimbangan yang terdapat dalam suatu ekosistem disebut homeostatis, yaitu
kemampuan ekosistem untuk menahan berbagai perubahan dalam sistem secara
keseluruhan (Odum, 1993).
METODOLOGI
Waktu dan Tempat
Praktikum Ekologi Hutan yang berjudul “ Pengenalan Ekosistem Hutan
“ ini dilakukan pada hari Jumat, 21 September 2012 pada pukul 14.00 WIB di areal
Hutan Tridharma dan areal Padang rumput, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Alat dan
Bahan
Alat
Alat
yang digunakan dalam praktikum adalah meteran 20 m,patok dari kayu dan bambu
dengan tinggi sekitar 20 cm, tali plastik, kaca pembesar, thermometer bola
basah dan bola kering, kertas lakmus dan manual pengenalan jenis tumbuhan dan
satwa.
Bahan
Bahan
yang digunakan dalam praktikum adalah Ekosistem hutan dan satu ekosistem selain
hutan, misalnya ekosistem padang rumput.
Prosedur
Praktikum
1.
Buatlah satu petak contoh pada ekosistem hutan
berukuran 20 m x 20 m dan satu petak contoh pada ekosistem selain hutan dengan
ukuran 10 m x 10 m. Usahakan letak petak contoh tersebut representatif (
mewakili kondisi ekosistem secara keseluruhan).
2.
Buatlah sub-sub petak contoh berukuran 5 m x 5 m pada
petak contoh di atas. Sehingga di ekosistem hutan akan terdapat 16 sub-petak
contoh dan 4 sub-petak contoh di ekosistem selain hutan.
3.
Lakukan inventarisasi dan identifikasi pada setiap
sub-petak contoh terhadap jenis dan jumlah individu semua komponen biotik
(tumbuhan dan satwa) dan pengukuran terhadap komponen-komponen abiotik (suhu,
kelembaban, intesitas cahaya, kemiringan lahan, kemasaman tanah, dan ketinggian
tempat dari permukaan laut) di kedua ekosistem tersebut. Inventarisasi dan
identifikasi komponen biotik dilakukan di setipa subpetak contoh, sedangkan
pengukuran komponen abiotik hanya satu pengukuran di setiap petak contoh.
Khusus untuk pengukuran terhadap satwa dan komponen abiotik dilakukan sebanyak
3 (tiga) kali, yakni pada pagi (antara pukul 07.00-08.00), siang (antara pukul
12.00-13.00) dan sore (antara pukul 17.00-18.00).
4.
Sebutkan peranan komponen biotik dalam ekosistem
tersebut, misalnya sebagai produsen atau konsumen; sebagai herbivora atau
sebagai karnivora atau lainnya.
5.
Buatlah piramida jumlah individu dari komponen biotik.
6.
Buatlah jaring
pangan dari semua komponen biotik yang terdapat di dalam ekosistem yang
dipelajari.
KESIMPULAN DAN
SARAN
Kesimpulan
1. Banyaknya jenis organisme yang terdapat
pada ekosistem hutan lebih beragam dibandingkan dengan ekosistem padang rumput.
2. Komponen abiotik sangat menentukan kelangsungan hidup
suatu ekosistem, karena sangat mempengaruhi proses-proses biologis, kimia,
maupun fisik pada masing-masing ekosistem tersebut.
3.
Yang
termasuk ke dalam komponen abiotik adalah suhu, intensitas cahaya, ketinggian
tempat, jenis tanah, pH tanah, kesuburan tanah, kelembaban, kemiringan, curah
hujan, dan warna tanah.
4.
Tiap-tiap
organisme yang terdapat pada ekosistem hutan dan ekosistem padang rumput
mempunyai peranannya masing-masing.
5. Komponen ekosistem yang lengkap harus
mencakup produsen, konsumen, pengurai, dan komponen abiotik.
6. Hubungan antara organisme yang satu dengan
organisme yang lainnya dan semua komponen lingkungannya sangat kompleks dan
bersifat timbal balik.
7. Ekosistem sendiri mempunyai keteraturan
sebagai perwujudan dari kemampuan ekosistem untuk memelihara diri sendiri,
mengatur diri sendiri, dan dengan sendirinya mengadakan keseimbangan
kembaliyang disebut dengan homeostatis.
Saran
Praktikan sebaiknya sungguh-sungguh dalam mengikuti praktikum dan memahami
materi dengan baik serta menjaga ketertiban agar praktikum dapat berjalan
dengan lancar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar