2013/03/02

Laporan perakaran tanaman



PENDAHULUAN
Latar Belakang
            Istilah ekologi pertama kali diperkenalkan oleh Ernest Haeckel yaitu seorang ahli biologi berkebangsaan Jerman pada tahun 1869. Istilah ekologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu oiko syang berarti tempat tinggal atau rumah tempat hidup atau habitat, dan logos yang berarti ilmu, telaah, studi, atau kajian. Oleh karena itu, secara harfiah ekologi berarti ilmu tentang makhluk hidup dalam habitatnya atau ilmu tempat tinggal makhluk hidup (Indriyanto, 2006).
            Ekologi populasi adalah bagian dari ekologi. Adapun ekologi adalah bagian dari biologi atau ilmi hayat. Dalam biologi dikenal tingkat organisasi organism, mulai dari tingkat paling sederhana sampai tingkat paling kompleks. Tingkat organisasi itu disebut spektrum biologi, yang disusun secara hierarki dari yang paling kecil sampai yang paling besar yaitu gen,sel, jaringan, organ, sistem organ, organism, populasi, komunitas, ekosistem, dan biosfer. Kajian ekologi dipusatkan pada tingkat-tingkat spesies, populasi sampai biosfer. Kajian ekologi pada tingkat spesies dan individu disebut autoekologi, kajian tingkat populasi disebut ekologi populasi, sedangkan kajian yang berhubungan dengan komunitas disebut dengan sinekologi (Suin, 2003).
            Ekologi sendiri adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Dimana hubungan timbal balik itu merupakan kenyataan yang telah terbuktu sebagai respon organisme dalam cara-caranya berhubungan dengan organisme lain maupun dengan semua komponen lingkungannya. Hubungan timbal balik atau yang dikenal dalam pengetahuan ekologi sebagai interaksi antara organisme dengan lingkungannya sesungguhnya merupakan hubungan yang sangat erat dan kompleks, sehingga ekologi disebut juga sebagai biologi lingkungan (Odum, 1993).
            Keseimbangan ekologi masih dijumpai pada lingkungan hidup alamiah seperti hutan, padang rumput, sabana, hutan cemara yang belum pernah terjamah oleh usaha eksploitasi manusia. Dilingkungan hidup semacam itu organismenya masih beraneka ragam. Mereka berinteraksi dengan lingkungan abiotiknya secara serasi menurut fitrah alam. Jaring-jaring kehidupannya kompleks sehingga arus energi yang masuk kelingkungan hidup tidak banyak terbuang cuma-cuma. Energi matahari masih dapat ditangkap oleh beraneka jenis tumbuhan hijau dan tersimpan dalam bahan-bahan organik seperti karbohidrat, lemak, protein, dan bahan-bahan organik lainnya dalam akar, batang, cabang, ranting, buah serta biji (Soparmo,1988).
Mengingat hutan merupakan suatu ekosistem, dan setiap ekosistem apapun terbentuk oleh berbagai komponen, baik komponen biotik maupun komponen abiotik, maka semua informasi dari masing-masing komponen sangat dibutuhkan, dan untuk itu diperlukan bidang ilmu yang relevan terhadap kajian komponen ekosistem. Oleh karena itu, beberapa bidang ilmu yang relevan dengan ekologi hutan antara lain taksonomi tumbuhan, geologi dan geomorfologi, ilmu tanah, klimatologi, genetika, geografi tumbuhan, fisiologi, biokimia, dan lain-lain (Heddy, 1986).
Hutan merupakan ekosistem yang kompleks, maka para ahli ekologi harus dapat memahami hutan secara menyeluruh, artinya mereka harus menjadi seorang generalis yang memiliki kemampuan dalam menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terkait, serta mampu menggunakan hasil temuan seorang spesialis ilmu yang terkait untuk menyelesaikan masalah kehutanan. Kemampuan tersebut dirasakan sangat penting mengingat adanya kenyataan bahwa terjadinya perubahan-perubahan yang sangat cepat pada kondisi ekosistem hutan termasuk hutan Indonesia itu merupakan akibat dari aktivitas manusia yang tidak memperhatikan aspek ekologi (Indriyanto, 2006).


Tujuan
Tujuan praktikum ini adalah untuk mengetahui mengenal dan mempelajari komponen-komponen pembentuk ekosistem hutan dan dapat membedakan ekosistem hutan dengan ekosistem selain hutan.

TINJAUAN PUSTAKA
Ekologi hutan adalah cabang dari ekologi yang khusus mempelajari ekosistem hutan. Hutan dipandang sebagai suatu ekosistem karena hubungan antara masyarakat tumbuh-tumbuhan pembentuk hutan dengan binatang liar dan alam lingkungannya sangatlah erat. Oleh karena itu, hutan yang dipandang sebagai suatu ekosistem dapat dipelajari dari segi autekologi maupun segi sinekologinya. Dari segi autekologi, maka di hutan dapat dipelajari pengaruh suatu factor lingkungan terhadap hidup dan tumbuhnya suatu jenis pohon yang sifat kajiannya mendekati fisiologi tumbuhan, dapat juga dipelajari pengaruh suatu faktor lingkungan terhadap hidup dan tumbuhnya suatu jenis binatang liar dan margasatwa. Dari segi sinekologi, dapat dipelajari berbagai kelompok jenis tumbuhan sebagai suatu komunitas, misalnya mempelajari pengaruh keadaan tempat tumbuh terhadap komposisi dan struktur terhadap vegetasi, atau terhadap produksi hutan. Dalam ekosistem hutan itu dapat juga dipelajari pengaruh berbagai factor ekologi terhadap kondisi populasi, baik populasi tumbuhan maupun populasi binatang liar yang ada di dalamnya. Akan tetapi pada prinsipnya dalam ekologi hutan, kajian dari kedua sisi (autekologi dan sinekologi) itu sangat penting karena pengetahuan tentang hutan secara keseluruhan mencakup semua komponen pembentuk hutan, sehingga diperlukan dalam pengelolaan sumber daya hutan sendiri (Ewusia, 1990).
Komponen ekosistem yang lengkap harus mencakup produsen, konsumen, pengurai, dan komponen abiotik. Sebagai produsen adalah tumbuhan hijau yang merupakan satu-satunya komponen ekosistem yang dapat mengikat energi matahari secara langsung dan diubah menjadi energi kimia dalam proses fotosintesis. Konsumen yang mengkonsumsi energi yang dihasilkan oleh produsen. Secara umum konsumen dibedakan menjadi makrokonsumen dan mikrokonsumen. Yang termasuk dalam makrokonsumen adalah herbivora (pemakan produsen langsung) dan karnivora (karnivora tingkat I, tingkat II, dan top-karnivora). Sedangkan yang termasuk ke dalam mikrokonsumen adalah pengurai, yakni organisme perombak bahan dari organisme yang telah mati melalui proses immobilisasi dan mineralisasi sehingga menjadi unsur hara yang siap dimanfaatkan oleh produsen (Indriyanto, 2006).
Keanekaragam jenis merupakan suatu parameter penting dalam membandingkan dua komunitas, terutama untuk mempelajari pengaruh gangguan biotik atau mengetahui tahap suksesi dan stabilitas komunitas. Pada komunitas klimaks, jika keanekaragaman jenis meningkat, maka rantai makanan meningkat sehingga komunitas stabil. Keanekaragaman merupakan keadaan yang berbeda atau mempunyai perbedaan dalam bentuk atau sifat. Keanekaragaman spesies di daerah tropika dapat dilihat pada dua tingkatan yaitu: jumlah besar spesies dengan bentuk kehidupan serupa dan kehadiran banyak spesies dengan wujud kehidupan sangat berbeda yang tidak ditemukan dibagian lain (Soparmo,188).
            Komponen abiotik pada dasarnya terdiri dari tanah dan iklim. Contoh unsur-unsur iklim yang mempengaruhi kehidupan seperti suhu, kelembaban, angin, intensitas cahaya, curah hujan, dan sebagainya. Komponen abiotik ini sangat menentukan kelangsungan hidup suatu ekosistem, karena sangat mempengaruhi proses-proses biologis, kimia, maupun fisik pada ekosistem tersebut (Heddy, 1986).
Pada semua ekosistem dengan tingkat organisasi yang berbeda-beda, di dalamnya selalu terdapat empat komponen utama, selalu terjadi interaksi antar komponen, dan terdapat proses ekologi yang secara umum sama. Perbedaan antar ekosistem yang tingkat organisasinya berbeda itu hanya terletak pada beberapa hal antara lain:
·         Jumlah spesies organisme produsen yang menjadi komponen ekosistem
·         Jumlah spesies organisme konsumen yang menjadi komponen ekosistem
·         Jumlah spesies organisme pengurai yang menjadi komponen ekosistem
·         Jumlah dan jenis komponen abiotik yang terdapat dalam ekosistem
·         Kompleksitas atau kerumitan interaksi antar komponen dalam ekosistem
·         Tiap-tiap proses ekologi yang berjalan dalam ekosistem
(Setiadi, 1983).

Berdasarkan rantai maknan yang terbentuk, akan diketahui tingat tropik suatu organisme. Tingkat tropik adalah urutan organisme rantai makanan. Tingkat tropik ada lima, yaitu : tingkat tropik pertama (organisme yang berstatus sebagai produsen), tingkat tropik kedua (organisme yang berstatus sebagai herbivora), tingkat tropik ketiga (organisme yang berstatus sebagai karnivora kecil), tingkat tropik ke empat( organisme yang berstatus sebagai karnivora besar), dan tingkat tropik kelima (dekomposer). Jika rantai makanan makin panjang, maka energi yang tersedia bagi kelompok organisme akan semakin kecil. Apabila energi yang bersedia dalam suatu rantai makanan disusun berdasarkan urutan tingkat tropik, maka akan membentuk sebuah kerucut yang disebut sebagai piramida ekologi. Piramida ekologi ada tiga tipe, yaitu piramida jumlah, piramida biomassa, dan piramida energi (Arianto,2009).
Kondisi ekosistem dalam keseimbangan (homeostatis) mempunyai arti bahwa ekosistem itu telah mantap atau telah mencapai klimaks, sehingga ekosistem mempunyai daya tahan yang besar untuk menghadapi berbagai gangguan yang menimpanya. Daya tahan ekosistem dalam menghadapi gangguan sangat bergantung kepada usia ekosistem tersebut. Ekosistem muda mempunyai daya tahan yang lebih rendah dibandingkan dengan ekosistem dewasa (Soerianegara dan Indrawan,1982).
Secara umum, setiap ekosistem mempunyai tiga karakteristik dasar yaitu komponen, struktur dan fungsi ekosistem. Komponen adalah unsur pembentuk ekosistem, struktur adalah organisasi dari komponen-komponen tersebut, sedangkan fungsi adalah peranan atau proses-proses yang terjadi di dalam ekosistem. Proses terpenting dalam ekosistem adalah aliran energi dan perputaran materi sehingga kelangsungan hidup dan dinamika di dalam ekosistem terjamin (Setiadi, 1983).
Ekosistem sendiri mempunyai keteraturan sebagai perwujudan dari kemampuan ekosistem untuk memelihara diri sendiri, mengatur diri sendiri, dan dengan sendirinya mengadakan keseimbangan kembali. Keseimbangan yang terdapat dalam suatu ekosistem disebut homeostatis, yaitu kemampuan ekosistem untuk menahan berbagai perubahan dalam sistem secara keseluruhan (Odum, 1993).
METODOLOGI
Waktu dan Tempat
   Praktikum Ekologi Hutan yang berjudul “ Pengenalan Ekosistem Hutan “ ini dilakukan pada hari Jumat, 21 September 2012 pada pukul 14.00 WIB di areal Hutan Tridharma dan areal Padang rumput, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Alat dan Bahan
Alat
            Alat yang digunakan dalam praktikum adalah meteran 20 m,patok dari kayu dan bambu dengan tinggi sekitar 20 cm, tali plastik, kaca pembesar, thermometer bola basah dan bola kering, kertas lakmus dan manual pengenalan jenis tumbuhan dan satwa.
Bahan
            Bahan yang digunakan dalam praktikum adalah Ekosistem hutan dan satu ekosistem selain hutan, misalnya ekosistem padang rumput.

Prosedur Praktikum
1.      Buatlah satu petak contoh pada ekosistem hutan berukuran 20 m x 20 m dan satu petak contoh pada ekosistem selain hutan dengan ukuran 10 m x 10 m. Usahakan letak petak contoh tersebut representatif ( mewakili kondisi ekosistem secara keseluruhan).
2.      Buatlah sub-sub petak contoh berukuran 5 m x 5 m pada petak contoh di atas. Sehingga di ekosistem hutan akan terdapat 16 sub-petak contoh dan 4 sub-petak contoh di ekosistem selain hutan.
3.      Lakukan inventarisasi dan identifikasi pada setiap sub-petak contoh terhadap jenis dan jumlah individu semua komponen biotik (tumbuhan dan satwa) dan pengukuran terhadap komponen-komponen abiotik (suhu, kelembaban, intesitas cahaya, kemiringan lahan, kemasaman tanah, dan ketinggian tempat dari permukaan laut) di kedua ekosistem tersebut. Inventarisasi dan identifikasi komponen biotik dilakukan di setipa subpetak contoh, sedangkan pengukuran komponen abiotik hanya satu pengukuran di setiap petak contoh. Khusus untuk pengukuran terhadap satwa dan komponen abiotik dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali, yakni pada pagi (antara pukul 07.00-08.00), siang (antara pukul 12.00-13.00) dan sore (antara pukul 17.00-18.00).
4.      Sebutkan peranan komponen biotik dalam ekosistem tersebut, misalnya sebagai produsen atau konsumen; sebagai herbivora atau sebagai karnivora atau lainnya.
5.      Buatlah piramida jumlah individu dari komponen biotik.
6.      Buatlah  jaring pangan dari semua komponen biotik yang terdapat di dalam ekosistem yang dipelajari.






















KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1.      Banyaknya jenis organisme yang terdapat pada ekosistem hutan lebih beragam dibandingkan dengan ekosistem padang rumput.
2.      Komponen abiotik sangat menentukan kelangsungan hidup suatu ekosistem, karena sangat mempengaruhi proses-proses biologis, kimia, maupun fisik pada masing-masing ekosistem tersebut.
3.      Yang termasuk ke dalam komponen abiotik adalah suhu, intensitas cahaya, ketinggian tempat, jenis tanah, pH tanah, kesuburan tanah, kelembaban, kemiringan, curah hujan, dan warna tanah.
4.      Tiap-tiap organisme yang terdapat pada ekosistem hutan dan ekosistem padang rumput mempunyai peranannya masing-masing.
5.      Komponen ekosistem yang lengkap harus mencakup produsen, konsumen, pengurai, dan komponen abiotik.
6.      Hubungan antara organisme yang satu dengan organisme yang lainnya dan semua komponen lingkungannya sangat kompleks dan bersifat timbal balik.
7.      Ekosistem sendiri mempunyai keteraturan sebagai perwujudan dari kemampuan ekosistem untuk memelihara diri sendiri, mengatur diri sendiri, dan dengan sendirinya mengadakan keseimbangan kembaliyang disebut dengan homeostatis.


Saran
Praktikan sebaiknya sungguh-sungguh dalam mengikuti praktikum dan memahami materi dengan baik serta menjaga ketertiban agar praktikum dapat berjalan dengan lancar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar